5
PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Kasus 1
Enron adalah perusahaan yang sangat bagus. Sebagai salah
satu perusahaan yang menikmati booming industri energi di tahun 1990an, Enron
sukses menyuplai energi ke pangsa pasar yang begitu besar dan memiliki jaringan
yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi
energinya untuk jalur teknologi informasi. Kalau dilihat dari siklus bisnisnya,
Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring booming industri
energi, Enron memosisikan dirinya sebagai energy merchants: membeli natural gas
dengan harga murah, kemudian dikonversi dalam energi listrik, lalu dijual
dengan mengambil profit yang lumayan dari markup sale of power atau biasa
disebut “spark spread“.
Pada beberapa tahun yang lalu beberapa perusahaan seperti
Enron dan Worldcom yang dinyatakan bangkrut oleh pengadilan dan Enron
perusahaan energi terbesar di AS yang jatuh bangkrut itu meninggalkan hutang
hampir sebesar US $ 31.2 milyar, karena salah strategi dan memanipulasi
akuntansi yang melibatkan profesi Akuntan Publik yaitu Kantor Akuntan Publik
Arthur Andersen. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan public yang disebut
sebagai “The big five” yaitu (pricewaterhouse coopers, deloitte & touché,
KPMC, Ernest & Young dan Anderson) yang melakukan Audit terhadap laporan keuangan
Enron Corp. Laporan keuangan maupun akunting perusahaan yang diaudit oleh
perusahaan akunting ternama di dunia, Arthur Andersen, ternyata penuh dengan
kecurangan (fraudulent) dan penyamaran data serta syarat dengan pelanggaran
etika profesi.
Akibat gagalnya Akuntan Publik Arthur Andersen menemukan
kecurangan yang dilakukan oleh Enron maka memberikan reaksi keras dari
masyarakat (investor) sehingga berpengaruh terhadap harga saham Enron di pasar
modal. Kasus Enron ini menyebabkan indeks pasar modal Amerika jatuh sampai 25
%.
Kasus 2
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang
anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit
keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang
dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi
informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan
penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat
bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi
informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu
bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan
disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan
Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan
kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan
tersebut, tim intelijen KPK bekerja sama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya
penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua
kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat
auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini,
sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan
perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
Kasus 3
Komisaris PT Kereta Api
mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana
seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan.
“Saya tahu bahwa ada sejumlah pos
yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah
dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi,” kata salah
satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, hingga kini
dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena adanya
ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN perhubungan itu.
“Saya tahu laporan yang diperiksa
oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak mengerti
akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba,” kata penyandang Master of
Accountancy, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990.
Akibat tidak ada tanda tangan
dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang
seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending.
Kasus 4
laporan keuangan ganda Bank Lippo pada
tahun 2002.Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan
oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda.
Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan
melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27
Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal
ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat
Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari
ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan
mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan
pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA
(agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8
triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk
laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat
kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut
belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA
sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih
tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan
sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar,
karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di
laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002,
dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih
selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank
Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan
beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas
perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al. (2003) lebih
memilih pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan
pendekatan aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio
(2005) menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum
akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi.
Dari kedua kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan
terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus
menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke
masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar
oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri.
Kasus 5
Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indawati membekukan izin Akuntan Publik Drs Oman Pieters
Arifin karena melanggar Standar Auditing (SA), dan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP). Pelanggaran itu dilakukan dalam audit Laporan Keuangan PT
Electronic Solution Indonesia 2007."Pencabutan izin tersebut tertuang
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KM.1/2008 tanggal 29 April 2008 dan
berlaku selama 9 bulan sejak tanggal ditetapkannya keputusan dimaksud,"
ujar Kepala Biro Depkeu Samsuar Said, dalam keterangan tertulis, di Jakarta,
Sabtu (24/5/2008).Selama masa pembekuan izin, Drs Oman Pieters Arifin juga
dilarang menjajakan jasa akuntan. Meliputi jasa atestasi yang termasuk audit
umum atas laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif,
jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma. "Seusai Pasal
2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan
Publik," kata Samsuar.Selain itu, yang bersangkutan dilarang memberikan
jasa audit lainnya serta jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan,
manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan kompetensi
Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Drs. Oman juga
dilarang menjadi Pemimpin dan atau Pemimpin Rekan dan atau Pemimpin Cabang
Kantor Akuntan Publik, serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan
(PPL), dan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan
Sumber (
http://economy.okezone.com/read/2008/05/24/20/111972/menkeu-bekukan-izin-pengaudit-electronic-solution)
Komentar :
Menurut saya setelah
membaca artikel ini dan melihat banyaknya kasus pelanggaran yang terjadi di
lingkungan akuntansi sangatlah melanggar kode etik sebagai seorang akuntan .
Ini jelas sangatlah memprihatinkan perkembangan etika pada dunia akuntansi .
Dengan adanya pelanggaran ini membuktikan bahwa banyak para akuntan yang masih
belum bisa memegang teguh sumpah nya sebagai seorang akuntan yang menjunjung
tinggi etika profesi akuntansi . Ini juga menggambarkan bahwa kurangnya
pengawasan untuk para akuntan yang berkepentingan dalam menilai laporan
keuangan sehingga penyalag gunaan wewenang pun terjadi dimana adanya kasus
pelanggaran yang terjadi karena para akuntan sengaja memanipulasi data yang
seharusnya sesuai dengan kode etik profesi akuntansi dicantumkan dengan
sebenar-benarnya . Karena memang sangatlah mudah bagi para akuntan tersebut
memanipulasi data yang ada karena itu adalah tugas mereka untuk memeriksa dan
menyajikan laporan keuangan yang nantinya akan di publish untuk umum. Sehingga
dana yang mungkin tidak ada atau dana yang seharusnya di cantumkan secara rill
justru dicantumkan dengan rekayasa . Inilah pelanggaran-pelanggaran yang memanng
sering dilakukan oleh para akuntan publik .
Dengan adanya
kasus-kasus seperti ini diharapkan kedepannya para akuntan dapat lebih
profesional lagi dalam bekerja . Ini juga sebagai bahan referensi untuk
para calon akuntan yang nanti nya akan terjun langsung di dunia akuntansi ,
harus mampu selalu berpedoman pada janji sebagai seorang akuntan yang
menjunjung tinggi etika profesi akuntansi .